Hannah Alonzo, Mengungkap Kebenaran di Era Digital (Part 1)


    Hai, teman-teman tersayang... pernah nggak sih kalian ngerasa iri sama kehidupan para content creator yang kelihatannya adem, natural, dan serba effortless? 

    Jangan kuatir, kalian ngga sendirian. Aku pun belakangan setelah menginjak usia senja dan sempat ganti haluan, serta banyak scroll media sosial di rumah, pernah merasakan hal serupa.

    Nah, berhubung memang bidang para blogger itu ya ngga jauh-jauh dari gadget dan sosmed, belakangan tersadar kalau hidup "natural" yang kita lihat di layar itu seringnya sudah disusun sedemikian rupa biar "tampak  sederhana" padahal enggak!

Banyak banget rekayasa yang di dalam konten-konten tersebut! 

Makanya pas ketemu akun Youtube Hannah Alonzo, perempuan berani yang nggak takut speak up soal dunia konten yang penuh ilusi ini jadi berasa pengen ngobrol-ngobrol santai soal ini.

Siapa Hannah Alonzo? Kenapa dia berani banget speak up?



Hannah Alonzo telah muncul mewakili audiens dengan berani bersuara kritis dan investigatif yang signifikan di lanskap YouTube. Hannah juga dikenal karena kemampuannya dalam membongkar penipuan dan menganalisis budaya influencer!

Hannah ini mewakili genre kreator konten yang berfokus pada akuntabilitas dan transparansi di ruang digital yang seringkali tidak teregulasi. Kehadirannya menyoroti kebutuhan yang berkembang akan pengawasan independen di tengah kompleksitas ekosistem media sosial.

Hannah Alonzo adalah seorang YouTuber yang telah membangun reputasi sebagai jurnalis investigasi digital, mengkhususkan diri dalam mengungkap sisi gelap industri media sosial dan skema keuangan. Pendekatan analitis dan dedikasinya telah menjadikannya salah satu suara terkemuka dalam gerakan anti-penipuan online.

Hannah ngga sendiri. Ada beberapa content creator dan Youtuber yang juga sama beraninya seperti dia. Nah kalo di Indonesia, yang kita kenal ada banyak juga, misalnya Keanu AGL yang meskipun kontennya komedi, tapi dia suka nyentil influencer yang terlalu pencitraan secara sarkastik. 

Gerald Vincentt, Awkarin,  bahkan Raditya Dika juga pernah bahas fake lifestyle dan pressure untuk "terlihat sempurna" di medsos.


Latar Belakang dan Perjalanan Hannah Alonzo di YouTube

BUKAN Hannah Alonzo


    Hannah Alonzo bergabung dengan YouTube pada 6 April 2020. Dalam waktu singkat, ia berhasil mengumpulkan basis pengikut yang substansial, mencapai 721 ribu pelanggan dan lebih dari 89 juta tampilan dari 273 video. Perjalanannya di YouTube ditandai dengan pertumbuhan pesat, sebuah indikasi kuat adanya permintaan besar akan konten yang kritis dan membongkar kebohongan di ranah
online. 

Sebuah wawancara dengan JenLuv bahkan menyebutnya sebagai "salah satu nama terbesar dalam gerakan anti-MLM," menyoroti pengaruh dan kredibilitasnya dalam komunitas yang berfokus pada akuntabilitas digital.

Pertumbuhan pesat Hannah Alonzo menunjukkan adanya kebutuhan besar di pasar digital. Masyarakat semakin sadar akan penipuan online, eksploitasi influencer, dan praktik bisnis yang meragukan, seperti Multi-Level Marketing (MLM) dan kultus. Keberhasilan Hannah menunjukkan bahwa penonton mencari sumber informasi yang dapat diandalkan dan berani untuk membongkar praktik-praktik tersebut!

Hannah Alonzo Membongkar Kasus Eksploitasi Anak seorang Influencer



Hannah dikenal karena pendekatannya yang "leading with kindness" , menunjukkan bahwa tujuannya adalah edukasi dan perlindungan konsumen, bukan sekadar sensasi. 

Nih kita lihat apa yang pertama kali membuatku kagum, yaitu ketika Hananh membongkat influencer bernama Annatwinsies - seorang influencer cantik, dengan tubuh body goals dan punya 4 orang anak (kembar 2) atau ia membranding dirinya dengan : two sets of twins

Mengapa Konten Mereka Menarik Perhatian Publik dan Hannah Alonzo?

    Daya tarik awal konten Annatwinsies, yang menampilkan anak kembar dan kehidupan keluarga yang "menyenangkan," secara inheren menarik bagi audiens yang mencari konten yang menghibur, menggemaskan, atau inspiratif tentang pengasuhan anak. Kehadiran dua pasang anak kembar secara alami menarik rasa ingin tahu dan daya tarik visual.

    Annatwinsies, dengan jutaan pelanggan , menunjukkan bagaimana kehidupan anak-anak, terutama anak kembar, dapat menjadi komoditas yang sangat menguntungkan di media sosial. Namun, komentar di Reddit mengungkapkan sisi gelapnya: "A lot her content is CSAM adjacent. Lots of her kids getting ready for a bath, etc. It's really exploitative". 

Hal ini menunjukkan bahwa daya tarik "kelucuan" anak-anak dapat dengan mudah melintasi batas etika, di mana orang tua mungkin tanpa sadar atau sengaja mengeksploitasi privasi dan kerentanan anak-anak mereka demi keuntungan finansial.

Ya banyak konten-konten Anna yang tidak secara langsung menampilkan CSAM (Child Sexual Abuse Material / Materi Kekerasan Seksual terhadap Anak), tetapi memiliki unsur-unsur yang dekat, menyerempet, atau mengarah ke situ.

Mengapa Hannah Alonzo Menganggap Annatwinsies "Menyeramkan"?

Label "menyeramkan" yang diberikan Hannah Alonzo kepada Annatwinsies berakar pada serangkaian kekhawatiran etis dan observasi perilaku yang mengindikasikan adanya masalah yang lebih dalam di balik konten yang tampak polos. Ini bukan sekadar penilaian subjektif, melainkan cerminan dari analisis kritis terhadap potensi bahaya dan ketidakjujuran.

Perilaku anak-anak yang mengkhawatirkan juga menjadi poin krusial. Observasi bahwa "those kids are so quiet and non expressive it just feels like they don't feel safe/comfortable being themselves around their own mother" menimbulkan kekhawatiran serius.

Benar saja, ketika aku mengamati satu per satu konten Anna, aku juga merasakan aura ketidaknyamanan anak-anak Anna pada Anna sendiri. 

Kasus Annatwinsies menjadi contoh nyata bagaimana ambisi untuk menciptakan konten viral dan menghasilkan uang dapat mengorbankan etika dan, yang lebih penting, kesejahteraan anak-anak. Hannah Alonzo, dengan misinya untuk mengungkap penipuan dan kebohongan, melihat Annatwinsies sebagai manifestasi ekstrem dari masalah ini. "Creepy" di sini bukan hanya tentang estetika, tetapi tentang pelanggaran batas moral dan potensi bahaya yang tersembunyi di balik fasad keluarga yang sempurna.

Komentar

  1. Fenomena mau "nampak" sempurna di Medsos sebenarnya sah sah aja apalagi klo blogger di bayar ya. Dalam arti mau memberikan yg terbaik. Contoh foto roti, sah sah aja cerita isi roti tanpa kita klaim ini kita yg buat. Nah Hannahmengamati secara akurat karena org udah banyak yg dikuasai medsos bukan sebaliknya medsos dalam gengaman ( kita yg atur) Insya Allah jati diri nggak ilang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Apalah kita yang nano - mikro influencer ini mbaaak

      Kebanyakan influencer yang followersnya udah makro dan mega - memang "dituntut" punya hidup sempurna, kehidupan yang maha estetik abis itu yang kita harap kita tonton kan yaaah.. ya kali scroll medsos liatin ibu-ibu dasteran kumuh hahhaaa

      thankyou komennya mbake, pertamaxxx

      Hapus
  2. Mbaak, aku juga suka nontonin Yutub-nya si Hannah ini, karena mengungkap sisi "gelap" para influncer yang tampak sempurna di medsos. Tapi emang bener , citra yang ditampilin di medsos itu belum tentu seperti aslinya. Yang keliatan keluarga bahagia, pasangan sempurna, tiba-tiba cerai. Yang keliatan borju, ternyata uangnya hasil nipu atau malah pinjem.

    Kebetulaan aku ngalamin sendiri, ada salah satu kawan influncer yang keliatannya baiiik banget di medsos. Tapi yaa kenyataannya ga kayak gitu :D AKu yang kenal ama dia sejak kecil cuma senyum-senyum aja kalau liat pencitraan dia di medsos :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haaaaah siapaaaa !!!?

      Aku malah bukannya balas komen malahan kepo hihiihiiii..

      iya nih aku bakalan buat part of the influencer

      Hapus
    2. Part of the fake influencer maksudnya

      Hapus
  3. Kalau orientasinya uang pasti ya terjadi hal-hal yang melanggar batas, apaladi di zaman materi seperti sekarang. Banyak orang akan menghalalkan segala cara untuk dapat cuan. Ngabibita batur. Orang seperti Hannah jadi penyeimbang. Kita harus kritis pada beragam konten agar tak terjebak hoaks misalnya, apalagi penipuan

    BalasHapus
  4. Aku baru tahu ada Hannah Alonzo ini. Tambah penasaran karena dikatakan bahwa pendekatannya itu "leading with kindness". Sementara banyak konten edukasi gini kadang juga akhirnya pakai pendekatan yang agak keras, entah menyindir atau marah-marah, saking sudah gemas pada orang-orang nggak bertanggung jawab yang menipu atau menyesatkan netizen. Saling melengkapi lah ya kalau begitu, ada yang pakai pendekatan yang bikin adem, ada juga yang memang harus tegas supaya masyarakat paham.

    BalasHapus
  5. Keren bgt nih mbak Hannah yg bs speak up soal di balik kemewahan seorang kreator konten. Bener bgt sih, kdg hidup mereka ga sebahagia waktu depan kamera. Hidup mereka bahkan lbh mengenaskan. Pdhl kita ngeliatnya kyk adem ayem bahagia gt ya kak.

    Ini kalo mbak Hannah Alonzo ngulik kehidupan artis di Indo bs berabe kali yak. Musuhan ama netizen. Atau malah dpt dukungan karena idolanya ga sebahagia di depan kamera. Keren nih krn emg jurnalis investigatif sih. Salut.

    BalasHapus
  6. Btw saya jadi fokus sama double bayi kembar nya itu lho... Ya ampun beruntung banget ya dua bayi kembar sekaligus
    Saya mau... Hehe ...
    Pola pengasuhan mereka pasti banyak yg pengen tahu pastinya karena buat saya sendiri ngurus sayu anak itu kuat biasa banget ini apalagi double double

    BalasHapus
  7. Jadi jujur di zaman digital seperti sekarang memang susah kalau sudah berhubungan dengan dunia influencer, karena tuntutan 'kesempurnaan' untuk pencitraan. Kalau pun influenser mau jujur, kadang ada saja permintaan nyeleneh dari brand

    BalasHapus
  8. Aku baru tahu Hannah Alonzo ini. Btw, soal konten, aku pun sadar betul kalau gak semuanya baik, bahkan yang melibatkan anak-anak. Kadang miris banget dengan kelakuan orang-orang yang melakukan apa pun demi viral, cuan dan se jenisnya sampai menyakiti orang lain

    BalasHapus
  9. wah aku jadi penasaran nih sama youtuber hannah alonzo ini. memang sih seharusnya kita tidak harus langsung percaya sama branding orang di media sosial ya. apalagi kalau konten berbau anak itu kadang tanpa sadar orang tua malah jadi mengeksploitasi anaknya

    BalasHapus
  10. Sisi gelap dunia konten kreator yang diulik Hannah Alonzo sempat bikin terkaget-kaget ketika pertama tahu dulu. Aku sempat nonton videonya yang mengulas perawatan rutin wajah glowing seorang influencer. Gak kebayang kalo konten kreator di Indonesia diulas sama Hannah, meski ada juga yang pernah mengulas secara umum sih. Sebagai sesama orang yang pernah menjadi influencer, kadang kalo nonton review gitu suka berpikir, ini bisa dipercaya nggak ya. Itu sebabnya seorang konten kreator mesti punya kemampuan yang cerdas saat menyampaikan reviewnya, gak boleh bohongin follower

    BalasHapus
  11. Fake lifestyle influencer ini sekarang sudah merebak dimana-mana sih mbak... Bahkan emak-emak berdaster yang ikutan FB pro pun lifestylenya sudah banyak berubah ketika di kamera atau kehidupan nyata

    BalasHapus
  12. Eh, ini diungkapkan gituu, ka Tanti?
    Rasanya aku jadi inget konten orang Indo yang ternyata adalah kong kalikong demi menaikkan pamor masing-masing.
    Katanya kaan "Viral untuk menaikkan pamor".

    Trust issues banget kalo melihat konten-konten di sosmed yaaah..
    Tapi skarang tuh memang kemudahan orang berbagi jadi setipis tisu antara kehidupan nyata dan kehidupan pribadi mereka.

    Apa mereka ga cape menjalani hal-hal penuh dengan pencitraan kayak gituu??
    Hebat siih.. kata aku mah... ((kondisi fisik dan mentalnya, teruji sekaliii))

    BalasHapus
  13. Saya agum sama Hannah yang berani mengangkat hal-hal sebenarnya terjadi di balik layar. Memberi pengetahuan kepada penonton kejadian yang sebenarnya.

    BalasHapus

Posting Komentar